Menu

Mode Gelap

Berita 03:56 WIB

Bakar Sayak Tradisi Suku Serawai Saat Malam Nujuh Likur


					Caption foto: Festival malam nujuh likur dengan dimeriahkan membakar batok kelapa. (Foto: Andes) Perbesar

Caption foto: Festival malam nujuh likur dengan dimeriahkan membakar batok kelapa. (Foto: Andes)

Kilas.co.id, Bengkulu Selatan – Festival api batok kelapa malam nujuh likur atau malam ke-27 Bulan Ramadhan, malam yang sangat istimewa bagi suku Serawai. Menjelang berpisahnya umat muslim dengan bulan Ramadhan masyarakat suku Serawai membakar lunjuk atau batok kelapa (Sayak) yang disusun rapi secara vertikal di depan masjid dan rumah warga Provinsi Bengkulu khususnya di kabupaten Seluma.

Sudut pandang ajaran Islam, malam Nujuh Likur merupakan malam terakhir dari malam Lailatul Qadar, yaitu malam ganjil di 10 hari terakhir Rhamadan. Sehingga, malam tersebut merupakan malam kemuliaan yang bahkan lebih indah dari seribu bulan karena amal yang dilakukan pada malam tersebut akan memberikan makan tersirat kebaikan yang lebih baik dari ibadah selama seribu bulan yakni Allah SWT memerintahkan malaikat-Nya untuk turun ke bumi dan melimpahkan pahala kepada umat-Nya.

Dalam kaitannya dengan batok kelapa yang dibakar di depan rumah masing-masing sebagai alat penerangan tradisional tersebut bertujuan untuk memberikan penerangan bagi masyarakat yang bepergian keluar rumah untuk mencari amalan kebaikan pada malam 27 Ramadhan.

Caption foto: Festival malam Nujuh Likur dengan membakar batok kelapa didepan halaman rumah ini juga diikuti anak-anak. (Foto: Andes)

Selain itu, alat penerangan tradisional itu juga akan dinyalakan sewaktu malam takbiran dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri untuk memberikan penerangan bagi masyarakat yang akan melakukan kunjungan pada malam takbiran di rumah-rumah secara bergantian. Malam nujuh Likur juga dipercayai masyarakat suku Serawai pada zaman dahulu sebagai waktu ‘kembalinya’ roh keluarga yang telah meninggal untuk kembali kerumahnya.

Tradisi ini disebut masyarakat setempat nujuh likur, lunjuk, api jagau, ataupun gegajah. Tradisi yang menyertai untuk menyambut hari raya idul Fitri juga diiringi dengan kegiatan budaya lain seperti tradisi membuat lemang (melemang) yakni makanan seperti lontong yang terbuat dari beras pulut atau beras ketan dan dimasukkan di dalam bambu kemudian dimasak dengan cara di bakar. (AB)

Artikel ini telah dibaca 69 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Luas Persawahan di Kepahiang Terus Menyusut, Dinas Pertanian Ajak Masyarakat Maksimalkan Lahan yang Ada

19 April 2024 - 20:47 WIB

Dinas Pertanian Ajak Masyarakat Manfaatkan Lahan Tidur Ditanami Hortikultura

18 April 2024 - 22:01 WIB

Dinas Pertanian Kepahiang Optimis Hasil Panen Padi dan Jagung Lampaui Target Nasional

18 April 2024 - 18:01 WIB

Dinsos Sudah Menemukan Bakal Calon Orang Tua Angkat Bayi yang Ditemukan di Pondok Sawah

17 April 2024 - 23:15 WIB

Mudik Kampung Halaman Istri (KAUR) Produktif, Penyuluh Agama Binduriang Sampaikan Pesan Dakwah Mimbar Jum’at

12 April 2024 - 18:56 WIB

Sebelum Diperjual Belikan, Hewan Harus Sehat Dengan Dibuktikan SKKH

11 April 2024 - 22:39 WIB

Trending di Berita